<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d36909074\x26blogName\x3dSastra\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dSILVER\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://anakmapek-poem.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://anakmapek-poem.blogspot.com/\x26vt\x3d-4912848442362210193', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Papyrus°

di Khan Khalili
ku mencari sebentuk hadiah
sebagai kenangan bahwa aku pernah singgah
di kotamu
Musa
tapi, tidak kutemui selain kerdip lampu mesjid Husein
yang menandai hari berangkat malam.
bau syisa merebak diantara ahwaji di pinggir jalan.
besok lusa aku meninggalkan tepian tempatmu
berlabuh di pangkuan Ramses.

Bayang-bayang itu masih lekat dalam ingatanku
setelah menyaksikan fragmen masa lalumu
di Ragab Pharaoh Nil kemarin sore di antara jazirah
dari perahu yang membelah sungai Nil.
dan bungkusan mummi yang membuat aku mual
setelah bertandang di museum Tahrir.
aku ingin sebentuk kenangan.

Bukan sekeping nostalgia di antara imarah berdebu
dari ringkikan keledai dan kereta barang yang
bergerak membelah kota bersama mobil yang
berpacu membelah jalan.
bukan,
bukan pula wajah masam Madam Sabah yang
menagih kontrakan sya'ah setiap habis bulan
aku inginkan kenangan yang manis.
semanis anggur banati atau anggur rubbi mandanillu
ataupun asab di pinggir hadiqah dauliah, tempatku
biasa minum.
atau seperti rasa bar'uq sukkari yang senantiasa kusuka
meski asam ada manis-manisnya.
tapi apakah lagi kenangan itu.

di benteng Salahuddin Ayyubi, ketika musim panas tiba
aku lihat penjaja hummus.
di puncak muqattam pun aku temui, terasa waktu
dalam kurun yang purba.
dengan jagung bakar di tangan lebih membuat aku
tertarik menikmati matahari tenggelam
bersama hamparan pasir di lembah kota.
suara deram turummoi membawaku
sampai ke Sayyidah Zainab,
mesjid tua itu
senantiasa membuat aku ingin singgah setiap saat
keinginan yang tidak pernah kesampaian.
menuju Manial melewati Imbaba, selokan air
yang menggantung tinggi membatasi penglihatan dari
sedikit kuburan penduduk yang tertutup tengah kota,
mengalah pada bangunan baru funduq
penampung turis berbintang lima sepanjang Cornice.
Kahirah yang usang di waktu siang
berubah jelita di waktu malam bertabur lampu
mercuri dan gemerlap bintang-bintang malam.

Kusinggahi uyun Musa di tepi laut merah dan
terusan Suez.
airnya membuat aku menggigil dan gametar,
sementara tanpa pepohonan matahari bebas
memanggang kulitku.
dan hembusan angin yang liar sepanjang jalan
ke Fayum.

ketika kudatangi tunggul ketamakan Qarun
di danaunya serasa kudengar gemerincing kunci
gudang hartanya dihela beberapa kuda.
apalagikah kenangan itu.
lorong kecil di dalam Pyramid
dengan sedikit oksigen membuat aku sesak
hanya untuk melihat tempat peristirahatan terakhir
para Fir'aun
kenapa begitu jauh kau gali tanah untuk menaruh
sekerat ragamu.

*dari kumpulan puisi Papyrus Fatin Hamama
« Home | Next »
| Next »
| Next »